Home

Jumat, 24 Juni 2011

Duet Poem : Sejak Kau Pergi

by. Halim Gani Safia & Ary Dharmayanti

setelah kau pergi, kutak lagi asing dengan pekat
ada retak waktu yang menjejali benak. selayak serat lelaba malam
sejak kau pergi, tak lagi sinar bintang singgah di atap

sejak kau pergi, malam serupa samudera luas dan aku terjebak di tengahnya
tanpa kapal, pun segelembung pelampung
tak ada ijin bagiku untuk berhenti terjaga
dan harus kuarungi samudera itu dengan gerak-gerak dua tangan dan tungkaiku saja
berenang ke arah yang entah
sampai waktu yang entah pula

Sejak kau pergi, pelupuk waktu tak bersahabat
Derai-derai hujan tak lagi merinai, pun tak ada senyum sapa awan putih
Jalan-jalan lengang, suasana kota suram.
Cinta bagaikan tulisan di aspal yang terhapus oleh selip ban
Dan tinggalkan hitam

tapi adakah bagian alam ini yang peduli?
waktu terus menjejalkan apa saja ke kepalaku
menyesak-nyesakkan kenangan sekaligus hidup yang harus kulalui tanpamu
kau tahu, kah?
semacam ikan di udara
aku dipenuhi oksigen
tapi tak sanggup bernafas

sejak kau pergi
kau tahu,
kah?

ah, kau pasti tak tahu. Mungkin saja tak ingin tahu
Dan ketika hati ini membekukan setelarik harmoni
Kuciptakan dua bait puisi dengan akhir cerita serupa dongeng
Pun ketika kutalangi air hujan dari langit
Kau tak tahu...
namamu kutulis disana

Yogyakarta & Makasar
27 Februari 2011
Dini Hari

Sabtu, 18 Juni 2011

Juni

Juni datang di musim gugur. Kita sambut dengan sesloki anggur. Bersama cinta yang letih, tapi tak henti bersorak lirih.

Berlimpah muffin menanti untuk dinikmati. Sementara waktu masih saja memanen rindu-rindu yang meranum merah jambu di pelupuk matamu.

Kucabut sehelai tanya dari gelisah yang bersembunyi di kerut keningmu. Soal kapan musim dingin akan tiba.

Ah, itu nanti saja, sayang. Kita boleh menangguhkannya di beranda. Kecemasan tak ada dalam daftar undangan pesta kita.

Yogyakarta, 14 Juni 2011

Sedangkan

Mencintaimu mungkin mirip menghirup udara, aku akan mati bila tak kembali menghembuskannya. Pun kurasakan sekarang mereka semakin enggan mengunjungi dadaku lama-lama, walaupun aku sudah bersusah payah mengundang mereka sekuat tenaga. Aku lelah, aku benci terengah.

Kenanganmu lebih betah tinggal daripada udara, mereka suka berputar di kepala, mengunjungi jantungku dan sebagainya. Barangkali mereka akan tinggal beberapa tahun atau mungkin selamanya. Beramai-ramai menyusuri tubuhku bersama aliran darah. Kusengaja saja segala hal tentangmu itu semakin memenuhi aku.

Ada selang yang merasa lebih berhak mengisi darahku dengan hal yang begitu berbeda, hal yang menurutnya akan lebih sanggup menghidupiku --sok tahu.

Darahku semakin sesak saja, kemudian kenangan tentangmu mulai berlarian ke udara, kutangkap dengan puisi yang kueja terbata-bata.

Waktu sekarang suka mempermainkanku, memindahkan aku seenaknya, kemudian tiba-tiba aku terbangun dalam dimensinya yang lain. Sedangkan aku semakin sering kehilangan diriku, semakin sering kehilangan waktu. Semakin kehilangan kenangan tentangmu yang berusaha melarikan diri dari kepalaku.

Yang singkat semakin singkat. Apa aku telah bergerak sampai sedemikian dekat?

Yogyakarta, 12 Juni 2011

Mengalamatkan Rindu

: sudah satu tahun satu minggu

Seandainya kuingat, sebaris lirik saja, dari ratusan lagu yang kau gubah untukku. Berpuluh malam lalu, mereka selalu mengejutkan, mengalun di telinga begitu saja tanpa pengawalan. Dan dentumnya segera saja, memicu jantungku seribu kali lebih cepat dari biasanya. Beruntung aku masih hidup sampai saat ini. Untuk mengingat-ingat, memikirkan dari pintu mana mereka dulu datang. Lewat jalan mana mereka pulang. Kalau mungkin bisa kutelusuri rumahnya. Ingin kutangkap senada saja. Untuk kusuntingkan di telinga. Seperti bunga tidur yang dulu sering tumbuh di kepala. Harum searoma nafasmu.

Suaramu dulu terngiang, sekarang hilang. Kadang baitbait puisimu lalu lalang, namun tak pernah ada yang menyambutnya bersulang. Pun wajahmu mulai redup di mataku. Diganti wajah baru yang berkelebat sepanjang waktu. Malam ini, sejenak aku mengenangmu. Hanya saja aku tak tahu, kemana sewajarnya aku harus mengalamatkan rindu. 

Singaraja, 25 Mei 2011

Desember

Ada kalimat yang tersesat di tenggorokanku ketika kau datang. Selusin hari sebelum bingar kembang api menjelma Januari. Meninggalkanmu di halaman belakang sebuah agenda yang pasti menua.

Bulan berganti sama rutinnya dengan wajah-wajah setelah gerimis reda, membawa mendung baru.

Tapi tidak denganmu. Kau selalu datang sendiri, tak perlu membawa serta salju sebab kebekuan sendiri adalah arti hadirmu.

Telan aku ke dalam palungmu, Desember. Dan biarkan aku menelan sebuah peta.

Beri aku satu kesempatan lagi, Desember. Satu per satu kata itu. Mereka akan kutemukan, kubimbing menuju jalan keluar. Bersama sekeranjang kejutan yang dulu kurangkai untuk hari dimana duapuluhempat lilinnya dipadamkan.

Singaraja, 4 Juni 2011

Jumat, 03 Juni 2011

Mei

Biar kutebak, kira-kira apa yang akan kau bawa kali ini. Pada kedatanganmu yang sudah begitu dekat ini. Mungkinkah sebuah hati baru? Seperti tradisi kedatanganmu sejak empat musim lalu. Mungkin sekilas kenang, sebuah pikir, pengingat mimpi-mimpi yang lama tersingkir.

Aku digerus waktu, Mei. Sementara kau mencuri umurku satu per satu. Membawa serta segerombol pemburu bersamamu.

Hutan tempat aku menyepi, kaujelma ladang perburuan. Aku letih berlari,Mei. Membawa duapuluhempat luka panah di kaki, sampai aku tak sanggup berdarah lagi.

Mei, saat kau datang lagi nanti, bawakan aku seorang pengelana, juga secawan air dari telaga mimpi sucinya untuk menggantikan darahku.

Lalu biarkan dia memiliki jantung dari jasadku

Rabu, 01 Juni 2011

September

Kurasa September adalah bulan yang tepat untuk menemuimu. Bulan yang dulu memenuhi dadaku dengan lebam biru. Namun siapa yang peduli? Mungkin saja kisah lama telah sanggup memperbarui dirinya sendiri, mempersiapkan sesuatu yang lebih manis untuk kita berdua. Dan saat itu keraguan mungkin sudah bukan milik kita lagi. Mungkin saja akan ada terlalu banyak hal untuk kita bagi. Jauh melampaui hal-hal yang perlu kita sesali.

Aku akan menengok sejenak ke belakang kepalamu, tempat dimana kau biasa menggantungkan rindu. Lalu kucocokkan dengan rindu yang kusimpan di dadaku. Mungkinkah rindu kita telah sama berkaratnya?

Memohonlah pada sepi agar tak menelan kita terburu-buru. Sebab pada bulan September nanti, akan ada satu lagi musim semi.


Singaraja, 1 Juni 2011